Selain itu, JPU juga menuntut keempat terdakwa agar dipidana denda masing-masing Rp10 juta. Bila denda tidak dibayar, diganti dengan kurungan selama 1 bulan.
Hal yang memberatkan, kata JPU, perbuatan para terdakwa merugikan negara. Hal yang meringankan, terdakwa bersikap jujur dan sopan dalam persidangan.
Atas tuntutan itu, Hakim Ketua Fauzul melanjutkan persidangan minggu depan mendengarkan nota pembelaan keempat terdakwa.
Penambangan emas tanpa izin tersebut bermula pada Oktober 2022. Terdakwa Wahyu Adi Yuniar Ibrahim selaku Manajer Kegiatan Pertambangan berdasarkan surat tugas yang ditandatangani Dr Minardi Pujaya selaku Direktur PT PEM melakukan kesepakatan kerjasama.
Yakni menjadikan lahan atau tanah warisan milik terdakwa Samsir Nasution yang terletak di bantaran Sungai Batang Natal di Desa Jambur, Desa Bangkelang, Kecamatan Batang Natal, Kabupaten Madina, sebagai lokasi kegiatan penambangan emas PT PEM seluas ± 0,5 hektar.
Dengan kesepakatan terdakwa mendapatkan 15 persen dari hasil penambangan yang dilakukan oleh perusahaan tambang tersebut. Kemudian, PT PEM melakukan aktivitas, dengan cara mengeruk tanah menggunakan ekskavator. Material yang dikeruk disiram dengan air dan dimasukkan ke boks sehingga batuan akan terpisah dengan butiran pasir.
Butiran pasir dan butiran emas tersebut akan menyangkut di karpet. Karpet tempat menempelnya butiran pasir dan emas kemudian dilepaskan dari boks untuk didulang menggunakan alat memisahkan emas dari butiran pasir.
Wahyu Adi Yuniar Ibrahim selaku manager perusahaan mempekerjakan 2 orang yakni saksi Aso sebagai mandor dengan upah sebesar Rp3 juta per bulan dan Hilman Lubis sebagai operator ekscavator dengan upah Rp300.000 per hari dengan sistem penggajian sekali dalam seminggu.
Sedangkan Ali Ansar Nasution dan Zul Nasution sebagai karyawan Asbok dan mendulang serta pengoperasian mesin dengan perjanjian upah / gaji sebesar Rp100.000 per hari yang dibayarkan Wahyu Adi Yuniar Ibrahim.