Hidup Miskin Bersama Seorang Nenek, 2 Dari 4 Orang Anak Yatim Piatu di Sidimpuan Berhenti Sekolah

  • Bagikan
Hidup miskin bersama seorang nenek, dua dari empat orang anak yatim piatu di Kota Padangsidimpuan, Sumatera Utara, terpaksa harus berhenti sekolah.

PADANGSIDIMPUAN-Hidup miskin bersama seorang nenek, dua dari empat orang anak yatim piatu di Kota Padangsidimpuan, Sumatera Utara, terpaksa harus berhenti sekolah.

Di  Hari Pendidikan Nasional ini, LENSAKINI sengaja menulis dua orang anak yatim yang putus sekolah akibat tidak ada biaya. Keduanya diketahaui bernama Iqbal Pernama (14) dan Ridho Haki Wijaya. Sejak kecil, bersama dengan dua orang saudaranya, Intan Melani (11) dan Rizki Pranata (3), sudah diasuh oleh neneknya bernama Dermawan Siregar (60).

Intan  saat ini duduk di kelas VI  sekolah dasar (SD)  di salah satu sekolah di Sadabuan,  Kecamatan Padangsidimpuan Utara, Kota Padangsidimpuan. Dia tidak tau, setelah tamat nanti akan bisa melanjutkan sekolah atau tidak.  Sedangkan Rizky belum sekolah. Namun, anak ke-empat dari empat bersaudara itu memiliki keinginan kuat untuk sekolah.

Ketika berkunjung ke rumah mereka di Jalan Bersama VI,  Kelurahan Losung Batu, tepatnya disamping Masjid Nurul Zamiah, penulis tidak bisa menjumpai Iqbal Pernama (14) dan Ridho Haki. Sebab, keduanya saat ini pergi memancing belut ke sawah milik orang. Hasil dari pancingan itu akan mereka jual agar dapat membantu ekonomi keluarga.  Sedangkan nenek mereka juga tidak ada di rumah, karena sedang bekerja.

Diusianya yang sudah senja, Dermawan Siregar (60), terpaksa harus banting tulang untuk menghidupi ke-empat orang cucunya. Setiap hari dia bekerja sebagai tukang cuci ke rumah-rumah warga.  Setiap bulan, Dermawan Siregar (60) hanya mendapatkan  upah  sebanyak Rp600 ribu.

“Kalau nenek tidak kerja, kami akan kelaparan,”ujar Intan kepada LENSAKINI ketika ditemui di rumahnya. Diceritakannya, Iqbal dan Ridho berhenti sekolah sejak kelas III SD. Bedanya, Iqbal berhenti jauh sebelum orangtua perempuan meninggal. Sedangkan  Ridho, berhenti sekolah setelah orangtua perempuan mereka meninggal.

“Ketika ibu masih hidup, abang saya (Ridho)  sekolah,  setelah ibu meninggal, dia ikut berhenti karena kasihan melihat nenek yang bekerja sendiri,”ujarnya. Diantara tiga orang saudaranya, Intan masih beruntung. Sebab, dia masih bisa sekolah.

Tekat yang kuat untuk meraih cita-cita membuat Intan harus sekolah. Setiap hari, dia rela berjalan kaki untuk sampai ke sekolah. Sadar dengan kemampuan keluarga, Intan tidak banyak permintaan terhadap neneknya.”Asal bisa sekolah, sudah syukur,”ujar Intan.

Beberapa hari sebelumnya, KAHMI dan FORHATI Padangsidimpuan, sudah berkunjung ke rumah ke empat anak  yatim tersebut. Bahkan, LENSAKINI mendapatkan informasi dari postingan mereka di media sosial.  (zn)

  • Bagikan