PADANGSIDIMPUAN-Tugu Siborang (Bayo Kokong) masih tegak berdiri di Kota Padangsidimpuan persisnya di persimpangan Jalan SM Raja-Sudirman dan Imam Bonjol.
Sekilas terlihat tidak ada yang istimewa dari tugu itu. Karena, hanya bangunan patung-patung yang terbuat dari semen dan berdiri tegak dikelilingi air mancur. Namun, siapa sangka, patung tersebut menyimpan peristiwa sejarah perjuangan para pahlawan dalam mempertahankan kemerdekaan.
Tak ada yang mengetahui sejarah pastinya. Namun, penulis mencoba menjumpai Friska Harahap, di Jalan Serma Lian Kosong, salah seorang keturunan dari pejuang yang diabadikan melalui patung Tugu Siborang.
Friska panggilannya, memulai cerita dengan menunjukkan ratusan foto hitam putih yang dijadikan sebagai dokumen perjuangan orangtua dan keluarganya.
Rasa penasaran penulis tentang siapa sosok patung Tugu Siborang semakin bertambah ketika melihat foto-footo yang ditunjukkan Friska. Adalah Kapten Ramses Harahap (1925-1949) sosok fenomenal yang mempertahankan kemerdekaan tahun 1949 di Kota Padangsidimpuan.
Bersama dua orang saudaranya, Mayor Balder Barita Harahap dan Serma Samuel Bajongga Harahap, dia berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan.
Konon, Balder Harahap cikal bakal nama Kapten Jono, karena beliau pindah ke Pulau Jawa dan berganti nama. Dia menempuh pendidikan di sekolah Stovia, Pulau Jawa. Sayangnya, dia tidak sempat menamatkan pendidikannya karena ikut berperang di Pulau Jawa.
Sedangkan Samuel Bajongga Harahap, orangtua Friska Harahap, berasal dari Laskar Shogun dan akhirnya bergabung ke Korps Komando (KKO) TNI AL atau sekarang disebut Marinir yang ditugaskan di wilaya Sibolga dan berpusat di Tanjung Balai. Samuel meninggal dunia pada 2008, sedangkan Balder meninggal pada 2009 dikuburkan di Palembang.
Ramses merupakan anak kedua dari delapan orang bersaudara, hasil pernikahan Pahruddin Harahap dan Damaris Tobing. Dia mengenyam pendidikan di Akademi Militer Breda, Amsterdam, Belanda.
Teka-teki siapa pelaku penembak Jenderal SH Spoor, pimpinan tentara Belanda, masih jadi misterius. Selain itu, dimana awal baku tembak antara pejuang Indonesia melawan jenderal dan pasukannya, juga tidak ada yang mengetahaui pasti. Menurut sejumlah sumber, Jendral SH Spoor ditembak ketika hendak ke Kota Sibolga dari Padangsidimpuan.
Beliau ditembak pada akhir tahun 1948, dan meninggal pada 25 Mei 1949. Dia sempat dirawat setelah ditembak, selama beberapa bulan di Kota Sibolga dan akhirnya dinyatakan meninggal dunia.
Dari cerita Serma Samuel semasa hidupnya kepada ke Friska disebutkan, kontak senjata pertama antara Jenderal Spoor dan Laskar Banteng Hitam pasukan Sumatera Timur, dibawah pimpinan Kolonel Bejo, terjadi di wilayah Angkola Timur, Kabupaten Tapanuli Selatan, saat melintas di kawasan hutan Simago Mago sebelum sampai di Desa Marisi.
Ketika itu, pimpinan tentera Belanda datang dari Medan menuju Kota Padangsidimpuan hendak ke Bukit Tinggi, Sumatera Barat. Pertempuran berlanjut sampai ke salah satu kawasan hutan di Desa Marisi dan akhirnya sang jenderal tertembak.”Menurut ayah saya (Samuel), Ramses menembak Jenderal Spoor dari atas pohon dan langsung mengenai dada,” ujar Friska sembari menirukan ucapan orangtuanya.
Pengintaian Jenderal Spoor oleh Laskar Banteng Hitam, memakan waktu yang cukup lama. Berawal dari informasi Serma Samuel Harahap, kemudian pasukan Laskar Banteng Hitam yang beranggotakan 10 langsung melakukan pengintaian. Tim pengintai ini awalnya frustasi, karena target mereka tidak muncul-muncul.
“Amangtua (paman) saya sempat ngamuk sama Samuel, karena informasi yang diberikan dianggap tidak tepat,”ujar. Namun, tanpa sengaja, ketika sedang beristrahat, mereka melihat gerombolan tentara Belanda. Dari arah jauh, mereka melihat kumpulan debu dari arah Sipirok. Penasaran, mereka langsung memastikannya dan akhirnya terjadilah pertempuran.
Ramses Ditangkap Dan Dieksekusi Mati di Jembatan Sihitang
Tertembaknya Jenderal Spoor menambah kemarahan kerajaan Belanda, sehingga membuat agresi semakin memuncak. Ratusan penduduk di Kota Padangsidimpuan dikumpulkan dan diintrogasi guna mencari penembak Jenderal Spoor.
Ramses Harahap Si Penembak Mati Jenderal SH Spoor yang Berakhir Dieksekusi
(Kapten Ramses Harahap bersama istrinya saat pesta pernikahan)
Kondisi itu terjadi selama berbulan bulan, sebelum akhirnya tentera Belanda menangkap Ramses bersama dengan salah seorang saudaranya dan dua orang anggota pasukannya. Bahkan, pemerintah Belanda saat itu membuat sayembara, siapa yang bisa menangkap atau memberitau penembak Jenderal Spoor akan diberikan hadiah.
Serma Samuel Harahap menjadi salah satu yang ditangkap secara bersamaa dengan Ramses. Selain itu, Tentera Belanda juga menangkap dua orang lainnya masing-masing bernama T Hutagalung dan bermarga Tampubolon. Mereka ditangkap di Jalan Sutoyo, Kecamatan Padangsidimpuan Utara, Kota Padangsidimpuan.
Ramses ditangkap karena ingin bertemu dengan istri yang saat itu sedang mengandung anaknya. Mengetahaui Ramses sebagai penembak dan sedang keluar dari persembunyian, pasukan Belanda langsung mengepung rumah itu, yang sebelumnya juga sudah menangkap salah seorang anggota laskar di Jalan Teuku Umar, Kelurahan Losung. Anggota tersebut juga berniat untuk mengunjungi istrinya yang kala itu hamil.
Mengetahaui mereka dikepung, seluruh anggota laskar langsung menyelamatkan diri. Namun, Ramses tidak bisa melarikan diri bersama tiga orang lainnya yang ikut ditangkap. Diperjalanan menuju tangsi, Ramses langsung menyuruh saudaranya Samuel agar mengaku seorang pelajar bukan prajurit, mengingat saat itu Samuel mirip sebagai pelajar.
Pertengkaran terjadi antara keduanya, karena, Samuel tidak mau mengikuti perintah dari abangnya. Lantas T Hutagalung dan Tampubolon membujuk Samuel agar mau mengaku sebagai seorang pelajar, dengan alasan untuk memberitau Laskar Benteng Hitam bahwa mereka yang saat itu sudah ditangkap, dan akhirnya Samuel mengalah.
“Meski dilepas, namun, Samuel sempat menjalani introgasi di dalam penjara selama dua hari,” ujar Friska. Selama diinterogasi, Samuel mengaku hanya seorang pelajar. Setelah menjalani interogasi, Samuel akhirnya dilepaskan pasukan Belanda.
“Amanah Ramses agar Samuel secepatnya menjumpai pasukan Kolonel Bejo di Benteng Huraba untuk membantu menggempur tangsi,”imbuh Friska.
Saat pulang ke rumah, spontan Samuel bercerita kedua orangtuanya. Mendengar cerita itu, Fahruddin langsung mendatangi tangsi dengan berpura-pura menjadi pedagang sayur,namun, tidak kunjung bertemu. Selama empat hari berturut-turut, Fahruddin mendatangi tangsi dan akhirnya bertemu dengan salah seorang prajurit Belanda yang memberitau bahwa Ramses sudah dieksekusi mati di Jembatan Sihitang dan dibuang ke sungai.
“Jenazah Ramses dan dua orang rekannya ditemukan di Desa Sigalangan, setelah 7 hari dieksekusi,” tandas Friska. Saat dibawa dari Desa Sigalangan, hampir seluruh masyarakat berdiri di pinggir jalan untuk menghormati jenazah Ramses. Saat ini keluarga Ramses berniat untuk menuntut kerajaan Belanda, karena proses eksekusi Ramses tidak melalui proses hukum yang berlaku.