MEDAN-Tiga eks tenaga honorer Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Binjai melaporkan dugaan praktik pungutan liar (Pungli) di tempatnya bekerja dahulu ke Ombudsman RI Perwakilan Sumut, Senin (6/7).
Ketiganya adalah Sri Siswati Purba, Syafrida Musriani dan Tri Etyasah. Di hadapan Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut, Abyadi Siregar, ketiga wanita tersebut mengungkapkan praktik pungli tersebut.
Awalnya ketiga wanita tersebut melapor mengenai perlakukan yang mereka terima yakni dipecat secara sepihak oleh Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Binjai, Tobertina Sitepu.
“Awalnya ada salah satu warga yang posting di media sosial bahwa jam 9 pagi kantor Disdukcapil kosong, belum ada pelayanan. Intinya postingan tersebut seperti ingin menjatuhkan disdukcapil. Akibatnya rekan kami Ida (Syafrida Musriani) di rumahkan, dikait-kaitkan dengan postingan tersebut,” ujar Sri Suswati Purba.
Selanjutnya, dalam sebuah kesempatan Sri bersama kedua rekannya berkumpul untuk buka puasa bersama. Di kesempatan itu, ada sedikit pembicaraan tentang honorer yang belum gajian, ternyata sampai ke telinga Kepala Dinas, akhirnya kami sampai hari ini tidak bekerja.
Mengenai praktik pungli di Disdukcapil, Sri faham betul. Sebab, dirinya berada di dalam lingkungan tersebut. Kata dia, ada berbagai macam calo di Disdukcapil Binjai yakni dari honorer, sipil dan ASN (Aparatur Sipil Negara).
“Dara Puspita Taruhan (Kasi Informasi Data), Yani Leo (Kasi Mutasi)
Aminuddin (honorer) itu beberapa calo di sana. Berkas dari luar banyak yang masuk melalui mereka,” ungkapnya.
Untuk biaya pengurusan dokumen administrasi kependudukan, kata dia, berfariasi antara lain Rp 50.000 untuk e-KTP, Rp 10.000 untuk KK, Rp 25.000 untuk KK dan surat pindah, akte Kawin Rp 100.000 – Rp 200.000. Sedangkan akte kelahiran Rp 20.000.
“Semua harusnya gratis, tapi itu harga yang dipatokkan, kalau masyarakat mau urus sendiri tetap boleh, tanpa biaya, tapi berkasnya lama selesai. Harga itu untuk di dalam, calon gak tahu minta harga berapa ke masyarakat,” tuturnya.
“Uang hasil pungli dikumpulkan oleh Putri Alfiani (honorer) untuk selanjutnya disetorkan kepada Sella (CPNS),” imbuhnya.
Uang hasil pungli, kata dia, digunakan untuk kepentingan kepala dinas. “Sampai uang untuk beli cincin anaknya diambil dari sana,” tuturnya.
Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut, Abyadi Siregar, terkejut dengan modus praktik pungli di Disdukcapil Binjai. Ia menyayangkan peristiwa tersebut masih terjadi.
“Kalau mau dilaporkan lengkapi berkasnya, syarat formil dan materil harus dipenuhi. Untuk pungli memang harus korban dari pungli yang melapor,” tuturnya.
Sementara itu Kepala Disdukcapil Kota Binjai, Tobertina Sitepu belum merespon ketika hendak dikonfirmasi mengenai dugaan praktik pungli tersebut. (UA)