Jakarta -Percobaan pembunuhan terhadap Donald Trump mengguncang Amerika Serikat (AS) dan dunia. Insiden yang terjadi hanya beberapa hari sebelum ia menerima pencalonan dari Partai Republik ini dianggap sebagai serangan terhadap demokrasi dan hak setiap warga AS untuk memilih pemimpin mereka.
Penembakan terjadi saat Trump menyampaikan pidato di Pennsylvania. Menurut video yang diunggah CNN, tembakan beberapa kali terdengar.
Trump seketika langsung bersembunyi di balik podium. Pendukungnya sontak berteriak dan panik. Trump kemudian mengatakan ia merasakan peluru menembus daun telinganya, yang sempat mengucurkan darah saat ia dilarikan dari tempat kejadian.
Insiden ini dinilai membangkitkan trauma bersejarah yang mendalam. Meskipun Trump saat ini tidak menjabat sebagai presiden, penembakan tersebut menyiratkan ancaman yang terus-menerus membayangi kursi nomor satu AS dan mereka yang mencalonkan diri untuk jabatan tersebut.
Sebagaimana diketahui, empat presiden AS telah terbunuh saat menjabat, yang terakhir adalah John F Kennedy pada 1963.
Dengan kondisi politik AS yang terpolarisasi secara tajam, upaya pembunuhan terhadap Trump ini tentu akan menyebabkan konsekuensi politik yang serius.
Trump sendiri telah dipandang sebagai pahlawan oleh para pendukungnya dan diperlakukan dengan hormat di setiap rapat umum. Citranya sebagai pejuang yang terus-menerus diserang oleh musuh-musuhnya kini akan tertanam lebih dalam lagi.
Penembakan ini juga menciptakan implikasi tak terduga untuk kampanye pemilu, di mana Trump lebih unggul dibanding Joe Biden. Suasana di sekitar Konvensi Nasional Partai Republik di Milwaukee pekan ini pun akan semakin intens.
Menyusul insiden ini, anggota Kongres dari Partai Republik yakin Trump akan kembali menjabat sebagai presiden. Beberapa dari mereka berpikir bahwa penembakan itu telah mempermudah jalannya.
“Presiden Trump selamat dari serangan ini, dia baru saja memenangkan pemilu,” ujar Derrick Van Orden kepada POLITICO, beberapa waktu usai penembakan tersebut.
Anggota lainnya memperkirakan penembakan itu akan memperkuat dukungan untuk mantan presiden AS tersebut dan membangkitkan semangat untuk November mendatang.
“Ini akan memberi energi pada basisnya lebih dari apa pun. Dan dia, dengan kepalan tangannya di udara dan dia tidak ingin pergi. Dan dia berteriak, lawan, lawan, lawan. Itu akan menjadi slogannya,” tutur Tim Burchett.
Partai Demokrat pun dengan cepat membungkam kritik mereka terhadap mantan presiden AS itu. Sementara Partai Republik langsung menyalahkan retorika partai lawan atas serangan terhadap Trump.
Beberapa anggota Kongres Partai Republik menyebarkan teori konspirasi yang tak berdasar bahwa Biden telah mengirimkan perintah untuk penembakan tersebut.
Pertanyaan mengenai elektabilitas Biden telah membuat Partai Demokrat meragukan peluang mereka untuk mempertahankan kemenangannya. Selain itu, mempertahankan mayoritas di Senat sudah dianggap sebagai pendakian yang berat.
Penembakan yang dilakukan terhadap Trump membuat Partai Republik semakin optimis untuk memenangkan trifecta kendali penuh atas pemerintah federal, yakni kepresidenan dan kedua komisi di Kongres.
Dampaknya pun tampaknya akan meluas di luar politik, dengan anggota kedua partai menyerukan penyelidikan atas masalah ini.
Ketua Pengawasan DPR AS James Comer telah mengindikasikan bahwa ia berencana untuk mengadakan rapat dengar pendapat tentang penembakan tersebut, meskipun ada perpecahan di kalangan Partai Republik mengenai apakah akan menyalahkan Dinas Rahasia yang membiarkan seorang penyerang lolos.