Jakarta – Perkembangan teknologi membuat Bunda menjadi lebih mudah bersosialisasi dengan orang lain.
Ada banyak media sosial yang bisa Bunda akses agar bisa terhubung dengan teman-teman, termasuk TikTok. TikTok merupakan salah satu platform yang tidak hanya digunakan oleh orang dewasa, Bunda. Media sosial satu ini juga digunakan oleh anak-anak untuk membagikan konten yang menarik.
TikTok sendiri memiliki pengaruh yang tidak bisa disangkal terhadap budaya. Meski begitu, Bunda tetap harus mengawasi Si Kecil ketika mengakses media sosial yang satu ini.
Perlu diketahui, TikTok tidak hanya bisa memberikan hiburan pada anak. Media sosial ini juga akan memengaruhi kesehatan mental serta fungsi otak Si Kecil dan remaja.
Hal yang terjadi pada otak anak jika bermain TikTok.
Melansir dari laman The Week, menyaksikan video yang ada pada TikTok bisa menjadi ‘mesin dopamin’. Hal ini diungkapkan langsung oleh dokter anak sekaligus direktur Pusat Penemuan Membaca dan Literasi di Rumah Sakit Anak Cincinnati, John Hutton.
Dopamin adalah neurotransmitter yang dilepaskan otak ketika mengharapkan imbalan. Kelebihan dopamin akan memperkuat keinginan akan sesuatu yang menyenangkan.
“Banjir dopamin memperkuat keinginan akan sesuatu yang menyenangkan, entah itu makanan enak, obat-obatan, atau video TikTok yang lucu,” jelasnya.
Dopamin akan menghasilkan perasaan senang dan memotivasi anak untuk mendapatkan kesenangan yang lebih banyak. Ketika anak menemukan sesuatu yang membuatnya mudah tertawa, otak akan menerima serangan dopamin.
“Saat Anda melihat sesuatu yang tidak Anda sukai, Anda dapat dengan cepat beralih ke sesuatu yang menghasilkan lebih banyak dopamin,” kata neuropsikolog, Dr. Sanam Hafeez.
Mengulangi siklus ini pada akhirnya dapat melatih otak untuk mendampakan imbalan yang akan diperoleh dari konten yang lebih pendek.
Penelitian mengenai bagaimana TikTok, khususnya, memengaruhi otak masih dalam tahap awal, Bunda. Meski begitu, minat para ilmuwan terhadap bidang tersebut semakin meningkat.
Temuan dari penelitian yang diterbitkan oleh Universitas Keuangan dan Ekonomi Guizhou di Tiongkok dan Universitas Michigan Barat menunjukkan bahwa video TikTok dan YouTube Shorts yang serupa akan melalui ‘ledakan sensasi singkat’ yang dapat mengarah pada perkembangan perilaku adiktif.
Penelitian tersebut berfokus pada sampel mahasiswa dan motivasi mereka untuk menggunakan aplikasi video berdurasi pendek secara berlebihan.
Mengapa perhatian anak sangat berisiko?
Ketika anak melakukan aktivitas yang memerlukan fokus berkepanjangan seperti membaca, mereka menggunakan ‘perhatian terarah’, yakni sebuah fungsi yang dimulai di konteks prefrontal, bagian otak yang bertanggung jawab untuk mengambil keputusan dan pengendalian impulsif.
“Perhatian terarah adalah kemampuan untuk menghambat gangguan dan mempertahankan perhatian serta mengalihkan perhatian yang tepat,” kata Michael Manos, direktur klinis Pusat Perhatian dan Pembelajaran di Cleveland Clinic Chindren’s.
“Hal ini membutuhkan keterampilan tingkat tinggi seperti perencanaan dan penentuan prioritas,” lanjutnya.
Anak-anak umumnya mengalami kesulitan dalam menggunakan perhatian terarah karena korteks prefrontalnya belum berkembang sepenuhnya hingga usia 25 tahun. Lingkungan TikTok yang terus berubah tidak memerlukan tingkat perhatian berkelanjutan tersebut.
“Jika otak anak terbiasa dengan perubahan yang terus-menerus, otak akan kesulitan beradaptasi dengan aktivitas non-digital di mana segala sesuatunya tidak bergerak secepat itu,” ujar Manos.
Demikian informasi seputar otak anak saat bermain TikTok. Semoga bisa memberikan manfaat ya, Bunda.
Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!