JAKARTA – Putra tokoh PKI DN Aidit, Ilham Aidit mengatakan film G30S/PKI bukan merupakan film sejarah. Ia menyebut film tersebut sepenuhnya imajinasi sutradara Arifin C Noer, yang ketika membuat film tersebut berdasarkan pesanan rezim Orde Baru.
“Saya ingin tekankan bahwa itu bukan film sejarah, pasti bukan sejarah, film itu bukan dokumenter,” kata Ilham Aidit dalam acara ILC tvOne, Selasa malam, (29/9/2020).
Menurutnya, penayangan film tersebut sempat beberapa kali ditinjau ulang oleh sejumlah tokoh ketika pemerintahan Presiden BJ Habibie. Di antaranya Menteri Penerangan, Yunus Yosfiah, yang pernah menyatakan bahwa film tersebut tidak wajib ditonton.
Selain itu, Menteri Pendidikan Prof Juwono Sudarsono juga sempat menyatakan bahwa film tersebut harus ditinjau ulang.
Presiden ke-4 RI, Abdurrahman Wahid atau biasa disapa Gus Dur dulu pernah bicara soal pencabutan TAP MPRS 25 tahun 1966 tentang pembubaran PKI sebagai organisasi terlarang dan larangan mengembangkan ajaran Komunisme/Marxisme.
“Jadi, pihak-pihak yang pernah menyatakan itu semua sama sekali bukan PKI, mereka adalah negarawan yang melihat ke depan akan pentingnya pengkeliruan sejarah,” terang Ilham.
Menanggapi proses pembuatan film tersebut, Jajang C Noer, istri dari Arifin C Noer membantah jika film tersebut disebut sebagai pembohongan sejarah. Menurut Jajang, Arifin membuat film G30S/PKI data-data yang dimiliki Indonesia dan dunia.
“Ini bukan rekayasa. Risetnya juga sampai ke Cornell (University),” kata Jajang C Noer di tvOne.
Ia menegaskan, sebagai seorang sutradara, Arifin tak mungkin membuat suatu karya yang tidak dia percayai atau dia yakini.
“Jadi semua ini (film G30S/PKI) autentik menurut dia, menurut data-data yang ada,” tegasnya.
Jajang kemudian menjelaskan proses produksi film tersebut dengan berdasarkan wawancara dengan keluarga para jenderal yang menjadi korban keganasan PKI. Sementara dari pihak PKI, tidak ada yang bersedia diwawancarai, bahkan takut mengakui sebagai PKI apalagi diwawancarai.
“Satu-satunya orang PKI yang bersedia diwawancarai adalah Pak Syam Kamaruzzaman. Dia pun juga hanya menjawab, ‘Iya begitulah.. Iya begitulah’,” ujar Jajang.