LENSAKINI – Pengguna game online yang terus meningkat membuat Indonesia menjadi pasar potensial industri gim dunia. Terutama game mobile atau permainan piranti bergerak, yakni permainan video yang dimainkan pada telepon seluler, komputer tablet, konsol, kalkulator, atau jam digital.
Dilansir dari KataData, menurut Statista, jumlah pemain gim mobile di Indonesia mencapai 54,7 juta pada 2020. Jumlahnya naik 24% dibandingkan 2019 sebanyak 44,1 juta. Hal ini sekaligus membuat porsi unduhan gim mobile Indonesia yang terbesar di Asia Tenggara.
Berdasarkan data AppAnnie, 30% unduhan gim mobile di Asia Tenggara ada di Indonesia pada 2020. Posisi kedua ditempati Vietnam sebesar 22%, Filipina (16%), Thailand (15%), dan Malaysia (8%). Sedangkan, proporsi unduhan gim online dari Singapura di Asia Tenggara hanya sebesar 1%.
Seiring hal tersebut, pendapatan dari gim mobile di Indonesia pun mencapai sebesar US$ 1,3 miliar pada 2020, naik 10,8% dari tahun sebelumnya yang sebesar US$ 982 juta. Pendapatan tersebut diperkirakan meningkat menjadi US$ 1,5 miliar pada 2021.
Menurut Statista, nilai tersebut merupakan yang tertinggi di Asia Tenggara, mengalahkan Filipina (US$ 1,03 miliar), Thailand (US$ 286 juta), Malaysia (US$ 236 juta), Vietnam (US$ 205 juta), dan Singapura (US$ 114 juta).
Namun, perkembangan game online tersebut perlu mendapat perhatian oleh banyak pihak. Karena secara umum, setiap gim online selalu menyediakan fasilitas bagi penggunanya untuk melakukan top up untuk meraih level-level tertentu.
Disalin dari Republika.Id, DR. Oni Sahroni Anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia mengatakan bahwa top up gim itu aktivitas yang dilarang dalam Islam karena mengakibatkan kecanduan yang melalaikan, menyebabkan pemubaziran (pemborosan), serta unsur zero sum game (taruhan uang).
Oleh karena itu, top up game ini tidak boleh dilakukan, tidak boleh menjadi objek bisnis yang diperjualbelikan.
Pertama, faktor melalaikan tersebut juga yang menjadi kesimpulan mayoritas ulama yang mengharamkan permainan lain seperti dadu, di antaranya hadis Rasulullah SAW; “Barang siapa yang bermain dadu, maka telah bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya”. (HR Imam Ahmad/Musnad 4/394).
Kedua, tabdzir (pemborosan) karena banyak biaya dikeluarkan tanpa ada manfaat.
Sebagaimana firman Allah SWT: “Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya” (QS al-Isra : 27).
Karena pada umumnya top up game online ini membutuhkan biaya (untuk membeli benda-benda dalam gim, karakter-karakter, bahkan menaikkan level). Setiap level akan bertambah biaya dan setiap pemain yang sudah kecanduan, ketagihan, makin banyak biaya yang dikeluarkan tanpa ada manfaat.
Sebagaimana kaidah yang ditegaskan Ibnu Qayyim dalam I’lam Muwaqqi’in; “Ada dan tidaknya suatu hukum itu didasarkan pada illat dan sebabnya”.
Ketiga, penyediaan permainan dan komoditas bisnis gim dengan top up seperti ini merusak pendidikan, akhlak, dan kepribadian anak-anak. Berdasarkan penjelasan tersebut, permainan atau gim dengan bentuk dan kriteria seperti yang disebutkan di atas itu tidak boleh dijadikan komoditas bisnis. (ZHP)