Waktu itu, pria yang kini berusia 44 tahun tersebut cukup aktif bermedia sosial. Melalui jaringan internet, dia menyebarluaskan konten-konten cacimaki terhadap Islam. Posting yang dibuatnya sering kali menimbulkan kericuhan. Para netizen mengecamnya, tetapi ada saja yang masih membela nya.
Andre mengingat, saat itu provokasi di dunia maya terus dilakukannya. Satu platform tidak cukup. Ia pun membuat banyak akun sehingga dapat lebih masif lagi mendebat dan memusuhi orang-orang yang pro-Islam.
“Tujuan saya waktu itu ingin memperlihatkan bahwa agama saya yang paling benar. Agama Islam salah, terutama tentang Alquran yang saya anggap mencontek kitab suci agama saya dahulu itu,” ujarnya.
Kebenciannya terhadap Islam semakin membesar. Pantang menyerah, ia pun terus mencaricari celah untuk menjatuhkan citra Islam. Untuk melakukannya, ia pertama-tama memeriksa kitab suci Muslim.
Andre pun membaca dengan saksama Alquran yang dilengkapi dengan terjemahan bahasa Indonesia. Mushaf itu dibelinya dari sebuah toko buku. Bila mengingat momen itu, ia kadang kala merasa heran. Sebab, saat itu dirinya tidak bisa dikatakan taat. Pergi ke tempat ibadah saja hanya sepekan sekali.
Dalam beberapa pekan, Andre asyik membaca mushaf terjemahan Alquran itu. Lambat laun, perasaan benci berubah menjadi ketertarikan. Lantas, rasa tertarik itu meningkat jadi sikap terbuka.
Bahkan, beberapa kali dirinya terkejut. Sebab, ada banyak perintah dalam agama yang dianutnya saat itu justru diamalkan umat Islam. Malahan, Alquran menyebutkan dengan gamblang instruksi itu.