JAKARTA – Komisi VIII DPR menyoroti polemik jamaah haji furoda yang gagal berangkat ke Tanah Suci. Sebelumnya, Syarikat Penyelenggara Umrah dan Haji (Sapuhi) memperkirakan, lebih dari 4.000 jamaah haji furoda tidak bisa berangkat ke Arab Saudi akibat persoalan visa.
Anggota Komisi VIII DPR Bukhori Yusuf mengaku kecewa dengan ulah Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) yang menarik pungutan dari jamaah haji furoda, sebelum ada kepastian penerbitan visa mujamalah dari Kedutaan Besar Arab Saudi di Indonesia.
“Visa mujamalah untuk haji furoda sebenarnya sangat spekulatif sejak dari sumbernya, sehingga tindakan PIHK yang memungut biaya dari jamaah haji furoda sebelum ada kepastian berangkat patut disesalkan,” kata Bukhori dalam keterangan pers, Jumat (8/7/2022), dikutip dari SINDONEWS.
“Semestinya mereka tidak boleh menjanjikan apalagi sampai menarik biaya sepeserpun dari jamaah.
Bukhori mendukung pembentukan regulasi yang lebih memadai untuk mengelola jamaah haji dengan visa mujamalah atau haji furoda ini.
“Ke depan, harus ada aturan lebih jelas supaya ada kepastian bagi jamaah haji furoda dan ada keterukuran kerja bagi PIHK atau agen travel yang memfasilitasi jamaah haji dengan visa mujamalah,” usulnya.
Legislator daerah pemilihan (dapil) Jawa Tengah I itu menambahkan, regulasi yang lebih jelas untuk mengatur jamaah haji furoda diperlukan mengingat penyelenggaraan haji melalui jalur ini kerap menjadi momok karena sifatnya yang spekulatif. “Visa untuk haji furoda sumbernya spekulatif, jumlahnya spekulatif, dan ukurannya juga spekulatif. Karena itu spekulasi yang tidak bisa diukur atau diteropong ini terus menerus menjadi hantu bagi mereka yang akan menunaikan ibadah haji dengan jalur cepat sehingga dibutuhkan regulasi yang lebih jelas,” tandas politisi PKS ini.
Perlu diketahui, Kementerian Agama (Kemenag) tidak memiliki kewenangan mengelola jamaah haji dengan visa mujamalah atau haji furoda. Pemerintah hanya berwenang mengelola keberangkatan dan pelayanan jamaah dengan visa haji kuota Indonesia, yang meliputi haji reguler dan haji khusus.
Sementara, menurut Pasal 18 Ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (PIHU), warga negara Indonesia (WNI) yang mendapatkan visa haji mujamalah dari Kerajaan Arab Saudi wajib berangkat melalui PIHK. PIHK sebagai penanggung jawab wajib melaporkan kegiatannya tersebut kepada Menteri Agama (Menag).
(zn)