Aceh – Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI Aceh-Sumut mendadak diwarnai insiden yang mengejutkan. Mbak Rara, pawang hujan yang dikenal karena keahliannya mengusir awan gelap, terpaksa dipulangkan lebih awal oleh pihak penyelenggara.
Keputusan ini diambil oleh Penjabat (Pj) Gubernur Aceh, Safrizal, setelah ritual yang dilakukan Mbak Rara di Stadion Harapan Bangsa, Banda Aceh, dinilai tidak sesuai dengan syariat Islam yang dijunjung tinggi di Aceh.
Ritual yang dilakukan Mbak Rara sebenarnya dimaksudkan untuk mengantisipasi hujan yang dapat mengganggu persiapan venue PON XXI. Namun, aksi ini langsung memicu kontroversi karena dianggap bertentangan dengan nilai-nilai keislaman dan budaya lokal Aceh.
Pj Gubernur Safrizal menegaskan bahwa setiap kegiatan yang tidak sesuai dengan syariat Islam tidak dapat diterima, apalagi di tanah Aceh yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai keislaman.
Perusahaan yang mendatangkan Mbak Rara, PT Wijaya Karya Gedung (Persero) Tbk dan PT Nindya Karya (Persero), mengakui bahwa inisiatif ini tidak memperhitungkan sensitivitas masyarakat Aceh.
Dalam pertemuan dengan Gubernur Aceh, pihak perusahaan menyampaikan permohonan maaf dan berjanji untuk lebih berhati-hati ke depannya.
Insiden ini menjadi sorotan, tidak hanya karena kehadiran seorang pawang hujan di ajang olahraga nasional, tetapi juga karena pentingnya menjaga harmoni antara tradisi, budaya lokal, dan pelaksanaan acara besar di Aceh.
Kejadian ini mengingatkan kita bahwa di Aceh, apapun aktivitasnya, harus sejalan dengan nilai-nilai keislaman yang berlaku.