Maksiat dan Harimau: Percaya atau Tidak, Inilah Pandangan Adat Tapanuli Selatan

  • Bagikan

LANSAKINI – Pada hari Jumat, (30/05/2025), masyarakat Desa Pudun Jae, Kecamatan Padangsidimpuan Batunadua, Kota Padangsidimpuan, dikejutkan dengan penampakan seekor Harimau Sumatera di area kebun karet milik warga.

Kejadian ini bukan hanya menciptakan kepanikan, tetapi juga memunculkan berbagai spekulasi, terutama yang berakar pada keyakinan adat dan budaya setempat.

Di tengah ketakutan, muncul komentar yang tak sedikit terdengar di masyarakat “Pantas saja harimau muncul, sudah terlalu banyak maksiat di daerah ini.”

Kalimat itu mungkin terdengar mistis bagi sebagian orang, namun di Tapanuli Selatan dan banyak wilayah lain di Tanah Batak, ucapan semacam ini punya akar budaya yang dalam.

Bagi masyarakat Batak Angkola dan Mandailing yang mendiami kawasan Tapanuli Selatan dan sekitarnya, harimau tidak hanya dipandang sebagai satwa liar yang dilindungi.

Dalam konteks adat sitiadat, harimau sering kali diposisikan sebagai “parpangir ni ombun”, atau penjaga hutan dan penyeimbang alam.

Beranjak dari cerita turun-temurun, harimau dianggap sebagai “utusan alam” atau bahkan penjelmaan roh leluhur yang datang ke tengah masyarakat bukan tanpa alasan.

Kemunculannya sering ditafsirkan sebagai peringatan atau teguran, terutama ketika terjadi penyimpangan nilai, kerusakan lingkungan, atau merebaknya perbuatan yang dianggap melanggar norma adat maupun agama.

  • Bagikan