MEDAN-Panitia Khusus (Pansus) Covid 19 DPRD Medan meradang begitu mengetahui bahwa Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Kota Medan tidak dilibatkan sama sekali dalam tim Gugus Tugas Covid 19 Kota Medan.
Padahal orang-orang IDI ahli di bidang kesehatan untuk menangani kesehatan dan sebaiknya dilibatkan Pemko Medan untuk pengendalian Covid 19 yang semakin hari jumlah pasien positif terus melambung.
“Artinya, IDI lebih banyak tahu tentang pengendalian Covid 19 ini dari mulai penularannya, penanganannya, meminimalisir penambahan pasien, mereka yang lebih mengerti. Tetapi kenapa tidak dilibatkan oleh Pemko Medan dalam hal ini tim Gugus Tugas Kota Medan,” tegas anggota Pansus Covid 19 DPRD Medan Sudari ST bernada kesal usai memimpin Rapat lanjutan Pansus Covid 19 yang menghadirkan Pengurus IDI Kota Medan dr Ramlan Sitompul Sp THT (KL) dan dr Ade Rahmaini SpP dalam rapat yang dilaksanakan Senin (20/7).
Seperti dr ade Rahmaini Bendahara IDI Kota Medan yang juga Ketua Tim Covid 19 di RSUP H Adam Malik. Dia sangat berkapasitas bila dilibatkan dalam tim Gugus Tugas Covid 19 di Medan. “Kalau pun tidak beliau, IDI masih banyak orang-orang yang ahli. IDI bukan satu orang, IDI itu Ikatan Dokter Indonesia, organisasi profesi gudangnya para dokter handal. Minimal untuk melakukan kajian-kajian ilmiah terkait Covid 19 mereka lebih tepat,” imbuhnya.
Saat ini , lanjut Ketua Fraksi PAN ini, Gugus Tugas Kota Medan tidak melibatkan dokter dalam melakukan kajian-kajian untuk Covid 19. “Kita sangat kecewa dan menyayangkan sekali sikap Pemko Medan dalam menghadapi Pandemi yang semakin hari jumlah yang positif semakin banyak, tapi tetap tidak melibatkan IDI Medan,” katanya.
Wakil Ketua Komisi II ini juga menyayangkan sikap Kadis Kesehatan Kota Medan Edwin Effendi yang sejak awal hingga saat ini tidak melibatkan para dokter untuk bersama-sama menangani persoalan Covid ini. “Berulang kali ditelpon untuk hadir dalam rapat lanjutan Covid. Namun dia tidak mau mengangkat telepon,” katanya bernada kesal.
Dilanjutkannya, jika persoalan kesehatan Pandemi Covid ini tidak melibatkan orang-orang yang ahli kesehatan dalam penanganannya, maka penanganannya akan amburadul.
“Jika sesuatu itu bila tidak diserahkan ke ahlinya, maka tunggu saja kehancurannya,” katanya mengutip salah satu hadist Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Al Bukhari.
Ditambah lagi informasi dokter, perawat dan petugas yang menangani Covid 19 banyak terpapar. “Kita di legislatif ini untuk mengontrol. Kalau memang belum pas menurut kita, terasa mengganjal di hati dan pikiran. Ada rasa tanggungjawab itu yang tidak pas dijalankan, maka akan kita kritisi,” cetusnya.
Politisi PAN ini juga menyayangkan dana Rp 15 miliar yang dialokasikan untuk rapid tes. Namun bendanya entah di mana. Kalau dibeli alat Polymerase Chain Reaction (PCR) sudah berapa itu, dua unit bisa dimanfaatkan membeli PCR dengan dana Rp15 miliar. Ini ada apa, kenapa Dinas Kesehatan lebih memprioritaskan rapid tes yang akurasinya tidak pas.
“Sebenarnya ada alat yang lebih cepat dari PCR yakni Test Cepat Molukuler (TCM) dan pemerintah bisa menggunakan alat ini,” imbuhnya.
Sementara Satgas IDI Medan dr Ade Rahmaini SpP d, mengatakan, IDI tidak merekomendasikan penggunaan rapid tes untuk mendiagnosa Covid 19. Namun yang wajib ditingkatkan adalah pemeriksaan swab Polymerase Chain Reaction (PCR).
“Untuk mendiagnosa pasien, dokter tidak pernah menggunakan rapid tes. Sebab, ada hasil rapid tes reaktif, begitu dilakukan swab tesnya ternyata negatif. Kita tetap menggunakan rapid tes dengan Polymerase Chain Reaction (PCR). Saat itu rapid tes ditawarkan kepada daerah yang memang tidak punya PCR untuk mendapatkan kasus,” tegasnya.
Hal senada juga ditegaskan Ketua Majelis Kode Etik Kedokteram (MKEK) IDI Medan dr Ramlan Sitompul Sp THT (KL) bahwa rapid tes tidak direkomendasikan untuk digunakan mendiagnosa Covid 19. Karena itu, pihaknya meminta PCR wajib dilakukan di Kota Medan.
“Tidak ada cerita rapid-rapid itu. Tidak direkomendasi rapid itu. Karena demam berdarah rapidnya juga positif. Jadi tolong PCR lebih ditingkatkan dalam rangka tracing (telusur) Covid 19,” tegasnya.
Ia juga berani menegaskan penanganan Covid 19 di Kota Medan memang tidak efektif. Alasannya, tidak semua ruangan isolasi pun alur. “Maksudnya, saat petugas kesehatan mau masuk ke ruangan rawat inap, tentu dokternya harus berganti pakaian menggunakan APD standar level 3. Ketika si dokter sudah standby masuk ke ruangan melihat pasien, berbincang dengan pasien segala macam, dokter keluar,” tuturnya. (zn)