“Perasaan hancur ketika mendengar kabar bahwa suami saya dituntut hukuman mati”. Sepenggal kalimat tersebut memulai pembicaraan LENSAKINI dengan Numina Nasution (41), istri Pandapotan Rangkuti (43) , satu dari dua terpidana narkoba yang dituntut hukuman mati oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Padangsidimpuan.
Air mata perempuan empat orang anak itu terus mengalir ketika dijumpai di ruang tunggu Lembaga Pemasyarakatan (LP) Salambue, Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara, Kota Padangsidimpuan, Sumatera Utara.
Sembari menggendong salah seorang anaknya yang masih berusia 8 bulan, Numina datang untuk menjumpai suaminya. Raut wajah lesu terpancar jelas dari perempuan yang tidak memiliki pekerjaan itu.
Demi mengobati rasa rindu untuk bertemu dengan suami, pagi itu dia sengaja berangkat lebih awal dari kampung di Parang Laru, Kecamatan Panyabungan Timur, Kabupaten Mandailing Natal (Madina).
Doa tak henti diucapkan di dalam hati kepada Tuhan dengan harapan agar pihak penegak hukum memberi keringanan terhadap sanksi yang akan dijalani oleh suaminya.”Hanya doa yang saya bisa panjatkan kepada Allah SWT, mudah-mudahan penegak hukum berbaik hati dan mengurangi hukuman ayah dari anak-anak saya,”ungkapnya.
Numina bercerita, beberapa hari yang lalu, dia mendapat kabar bahwa suaminya dituntut hukuman mati oleh JPU Kejari Padangsidimpuan. Spontan, perasaan dia hancur dan pikirannya kosong. Sejumlah keluarga yang mengetahaui kabar tersebut langsung mendatangi guna menenangkan pikiran.
“Tidak bisa bayangkan, status suami saya hanya sebagai pengantar, bukan bandar, tapi dituntut hukuman mati, kok tega ya,”tuturnya sambil menghapus air mati.
Sebelum ditangkap, Pandapatan Rangkuti bekerja sebagai seorang sopir angkutan. Sebagai suami, kata Numinah, Pandapatan merupakan tipe laki-laki yang bertanggung-jawab. Pandapotan terus berusaha agar kebutuhan rumah tangga terpenuhi dengan baik.
Numinah juga tidak pernah mengetahaui bahwa suaminya mau menjadi pengantar narkoba.”Dia tidak pemakai, kami juga tidak punya kebun ganja, suami saya hanya pengantar,”ujarnya.
Saat ini, untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, dia hanya bergantung kepada anaknya yang besar. Sebab, Numinah belum bisa meninggalkan anak yang masih bayi.”Anak saya yang paling besar bekerja di pabrik,”terangnya.
//Anak Menangis Ketika Melihat Pandapotan Pergi//
Cerita Numinah tidak hanya sampai disitu. Ternyata, sebelum suaminya berangkat untuk mengantar ganja, anak terakhir mereka nangis dan ingin digendong oleh Pandapotan. Namun, permintaan tersebut tidak bisa dipenuhi oleh suaminya, karena dia terburu-buru mau berangkat.
“Yang paling sedih, anak saya tidak sempat digendongnya demi mengantar barang haram itu,”imbuhnya. Saat itu, Numinah tidak memiliki firasat buruk, namun, ketika mendapat kabar bahwa Pandapotan ditangkap, dia langsung menangis.
Dia berharap kepada penegak hukum agar memberikan keringanan hukuman kepada suaminya. Dia juga mengaku bahwa pekerjaan Pandapotan itu salah, namun dia meminta agar diberikan keringanan.”Kalau suami saya sudah tidak ada, gimanalah nasib kami,”tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, dua kurir ganja seberat 250 kilogram yang ditangkap aparat Polres Padangsidimpuan, Sumatera Utara pada 9 Januari 2020, dituntut hukuman mati oleh Jaksa Penuntut Umum, Gabena Pohan pada sidang yang digelar, Selasa (18/7/2020) kemarin.
Menyikapi hal tersebut, kuasa hukum kedua terdakwa Adi Syahputra (25) dan Pandapotan Rangkuti (43), warga Kecamatan Panyabungan Timur, Kabupaten Mandailing Natal, Sahor Bangun Ritonga mengatakan, dirinya akan melakukan pembelaan pada kedua klliennya itu. Pasalnya, kedua terdakwa nekat melakukan perbutan tersebut karena terjepit kebutuhan ekonomi.
(zn)