Jakarta – Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Hasyim Asy’ari, kini menjadi sorotan publik setelah terungkapnya skandal yang melibatkan janji pemberian apartemen dan biaya hidup kepada seorang korban dalam kasus asusila.
Kasus ini mencuat dalam sidang pembacaan putusan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggaraan Pemilu (KEPP) oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) di Kantor DKPP, Jakarta Pusat pada Rabu (3/7/2024).
Dalam sidang tersebut, DKPP mengungkap fakta bahwa Hasyim Asy’ari menjalin komunikasi intens dengan korban, yang merupakan anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) di salah satu negara Eropa.
Hasyim diduga menggunakan relasi kuasa untuk mendekati dan menjalin hubungan pribadi dengan korban. Ia bahkan menawarkan untuk membayar biaya hidup korban sebesar Rp30 juta per bulan dan menyediakan sebuah apartemen.
Fakta-fakta ini memicu pertanyaan tentang sumber kekayaan dan gaji Hasyim Asy’ari selama menjabat sebagai Ketua KPU.
Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2016, gaji Ketua KPU Pusat ditetapkan sebesar Rp41,11 juta per bulan, sementara anggota KPU Pusat menerima Rp39,98 juta per bulan.
Namun, pendapatan Hasyim tidak hanya berasal dari posisinya di KPU. Ia juga tercatat sebagai dosen aktif di Universitas Diponegoro (Undip) untuk beberapa program studi, termasuk Hukum Tata Negara, Magister Ilmu Hukum, Doktor Ilmu Hukum, serta Doktor Ilmu Sosial dengan konsentrasi Kajian Ilmu Politik.