SUMUT- Dinas Ketahanan Pangan, Tanaman Pangan dan Hortikultura (KPTPH) Sumatera Utara (Sumut) mencatat jumlah petani di Sumut mencapai 998.745 orang. Dari jumlah itu, hanya 623.425 orang yang telah terdaftar di aplikasi Sistem Informasi Manajemen Penyuluhan Pertanian (SIMLUHTAN) dan e-Alokasi Kementerian Pertanian (Kementan) sebagai penerima pupuk bersubsidi.
Sebanyak 623.425 petani yang mendapat alokasi pupuk bersubsidi ini merupakan petani yang menanam sembilan komoditas sesuai Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 10 Tahun 2022. Adapun sembilan komoditas tersebut, yaitu padi, jagung, kedelai, cabai, bawang merah, bawang putih, kopi, kakao, dan tebu rakyat.
Dengan kata lain, sekitar 375.000 petani lain di Sumut tidak mendapat alokasi pupuk bersubsidi karena tidak memenuhi kriteria yang ditetapkan pemerintah.
“Hasil monitoring ke lapangan, masih ada nama petani sembilan komoditas yang belum terentri ke dalam sistem. Mengapa? Banyak permasalahan di lapangan. Misalnya, KTP dan NIK berbeda dengan di KK. Jadi harus dipadu-padankan lagi dengan dukcapil,” kata Kabid Sarana dan Prasarana Dinas KPTPH Sumut, Jonni Akim Purba, Senin (26/6/2023) dikutip dari INews.id.
Masalah lainnya, lanjut Akim, yakni kesulitan memasukkan data petani ke dalam sistem karena masalah sinyal. Sehingga pengunggahan (upload) data sering galat (error) karena sinyal lemah, terutama di daerah pedalaman.
“Di samping itu, terbatasnya petugas juga menjadi kendala dalam pengentrian (pemasukan) data,” ujarnya.
Kendati demikian, dia tak mengetahui secara persis jumlah petani di Sumut yang belum dientri ke dalam sistem. “Yang jelas, data yang terinput sampai saat ini hanya 623.425 nama. Merekalah yang berhak mendapat pupuk bersubsidi,” katanya.
Terkait itu, dia menyebut keluhan para petani yang mengaku kesulitan menerima pupuk bersubsidi karena alokasinya terbatas. Selain itu, menurutnya, banyak yang belum paham peraturan baru bahwa petani sawit tidak lagi berhak mendapat pupuk subsidi, termasuk petani selain sembilan komoditas tadi.
“Jadi, petani yang berteriak kekurangan pupuk adalah petani yang tidak terdaftar dalam kelompok,” katanya.
Belum lagi, dalam sistem e-alokasi Kementan yang baru, banyak nama petani yang sudah didaftarkan tapi namanya tidak muncul.
Jonni Akim mencontohkan, waktu kunjungan mereka ke Tanah Jawa, Kabupaten Simalungun, terungkap ada satu kelompok tani yang anggotanya didaftarkan 25 nama. Tetapi ternyata di e-alokasi yang keluar hanya 18 nama.
Diduga meski petugas sudah upload data ke sistem dan sudah sukses, namun kemungkinan sistem sedang error dan petugas tidak memeriksa kembali (cross check) nama-nama yang sudah diunggah itu.
Akibatnya, meski petani menanam salah satu dari 9 komoditas, namun karena namanya belum masuk di sistem e-alokasi, maka dia tidak bisa menerima pupuk bersubsidi.
“Terkait masalah itu, kita sudah meminta perpanjangan waktu sampai 3 kali. Kita minta nama-nama yang dikirim yang ditolak, agar dimasukkan kembali. Kita juga sudah meminta agar alokasi (pupuk bersubsidi, Red) ke depan bisa ditambah sesuai kebutuhan. Ini sudah beberapa kali kita usulkan ke pusat,” katanya.
Adapun jawaban pusat, sambung Akim, adalah alokasi pupuk bersubsidi disusun sesuai dengan ketersediaan dana.
Akim menambahkan, jumlah komoditas pertanian di Sumut ada 70 jenis. Total nama petani di Sumut yang terdaftar di SIMLUHTAN ada 998.745.
Kata dia, data petani penerima pupuk bersubsidi tahun 2023 di e-alokasi Kementan sudah fix paling lama 31 Desember 2022 untuk disahkan kepala daerah. Daftar petani penerima akan di-print oleh pihak dinas, dan diserahkan ke kios mulai Januari 2023.
“Jadi jika ada nama petani yang belum masuk sistem setelah pendaftaran ditutup, maka akan diusulkan untuk tahun berikutnya,” kata Jonni.
Dia memastikan Dinas KPTPH Sumut terus melakukan padu padan data petani dengan dukcapil. Termasuk soal petani yang meninggal.
Adapun alur pupuk bersubsidi sesuai aturan yang berlaku, yakni mulai dari pabrik lini 1 ke lini 2 gudang provinsi, ke gudang distributor lini 3, hingga ke pengecer lini 4.