INDONESIA, negeri dengan populasi Muslim terbesar di dunia, ironisnya justru terpuruk dalam berbagai krisis struktural: kemiskinan merajalela, utang luar negeri menumpuk, korupsi mengakar, kedaulatan ekonomi dikuasai asing, dan krisis moral semakin memburuk. Padahal negeri ini diberkahi sumber daya alam melimpah dan potensi manusia yang luar biasa. Apa yang salah?
Masalah utamanya terletak pada sistem yang digunakan untuk mengatur negeri ini. Indonesia mengadopsi sistem sekuler demokrasi, yang memisahkan agama dari kehidupan publik dan menjadikan hukum ciptaan manusia sebagai sumber utama perundang-undangan.
Dalam sistem ini, hukum tunduk pada kepentingan politik, ekonomi dikuasai kapitalis, dan pendidikan menjauh dari ruh Islam. Inilah penyebab mendasar mengapa pertolongan Allah tidak turun atas negeri ini, karena hukum Allah tidak dijadikan rujukan.

Sebaliknya, kita menyaksikan Iran — sebuah negara yang terus diboikot, diserang, dan dimusuhi oleh kekuatan global — justru menunjukkan kebangkitan yang luar biasa. Negara ini tetap berdiri tegar, bahkan menjadi aktor penting dalam geopolitik regional dan global. Iran mampu membangun teknologi tinggi, kekuatan militer mandiri, ketahanan ekonomi, dan kemandirian politik yang menantang hegemoni Barat dan Zionisme. Mengapa? Karena meski tidak sempurna dan masih berbeda dalam pendekatan mazhab, Iran adalah satu-satunya negara modern saat ini yang secara konstitusional diatur dengan prinsip syariat Islam.

Iran menempatkan wilayah faqih sebagai pemimpin tertinggi, menjadikan syariat Islam sebagai sumber hukum negara, dan menyatakan bahwa kedaulatan tertinggi ada di tangan Allah, bukan rakyat atau parlemen. Iran berdiri dalam posisi ideologis yang sangat jelas: menolak penjajahan, melawan dominasi Barat, dan memimpin perlawanan atas kezaliman global. Dalam posisi inilah pertolongan Allah menjadi nyata, karena seperti janji-Nya:
“Jika kalian menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolong kalian dan meneguhkan kedudukan kalian.”
(QS Muhammad: 7)