MEDAN (LENSAKINI) – Debat Publik-II yang akan diselenggarakan dalam waktu dekat diharapkan dapat menjadi ajang untuk mendalami komitmen dan solusi dari dua pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara (Sumut) terkait persoalan-persoalan mendalam yang telah lama dirasakan masyarakat.
Salah satu isu utama yang akan dibahas dalam debat ini adalah penyelesaian berbagai masalah daerah yang telah berlangsung lama, seperti konflik pertanahan dan permasalahan kependudukan yang menyentuh kehidupan sehari-hari warga.
Dua pasangan calon Gubernur/Wakil Gubernur Sumut yang akan mengikuti Debat Publik-II, diharapkan dapat memberi solusi atas sejumlah persoalan yang sudah lama dihadapi masyarakat di Sumut. Apalagi, salah satu tema Debat Publik-II kali ini adalah terkait Penyelesaian Persoalan Daerah.
“Saya berharap, dua pasangan calon gubernur/wakil gubernur tidak membiarkan masyarakat dengan beragam persoalannya. Mereka harus memberi solusi penyelesaian. Jangan dilupakan,” tegas Direktur MATA Pelayanan Publik Abyadi Siregar, Rabu (6/11/2024).
Salah satu persoalan yang sudah puluhan tahun dihadapi masyarakat Sumut dan perlu segera diselesaikan adalah, terkait keberadaan tanah yang diklaim sebagai Hak Guna Usaha (HGU) PTPN-II yang banyak terletak di sekitar kawasan inti Kota Medan. Bahkan, lahan-lahan yang diklaim sebagai HGU PTPN itu, saat ini sudah banyak yang berubah menjadi kawasan pertokoan dan perumahan mewah dengan menggusur paksa masyarakat penghuni.
“Saya kira, ini adalah salah satu persoalan daerah yang butuh penyelesaian mendesak. Apalagi, dalam tema Debat Publik-II tentang Penyelesaian Persoalan Daerah, disebutkan bahwa salah satu isu yang harus dibahas adalah menyangkut konflik pertanahan. Jadi, inilah saatnya masyarakat mengetahui apa solusi dari kedua calon tentang penyelesaian konflik tanah HGU yang sudah puluhan tahun terjadi,” tegas Abyadi.
Menurut Abyadi Siregar, selama ini kebijakan pemerintah cenderung berkolaborasi dengan pemilik modal dan mengusir paksa masyarakat yang sudah puluhan tahun bertempat tinggal. Bahkan, banyak masyarakat yang jadi korban jiwa.
Banyak contoh kasus yang bisa dilihat yang menggambarkan pemerintah cenderung berpihak kepada pemilik modal dan menyingkirkan masyarakat. Abyadi Siregar mencontohkan proyek “gila-gilaan” kelompok perusahaan raksasa Ciputra di kawasan Desa Sampali, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deliserdang.
“Padahal, masyarakat sudah puluhan tahun bertempat tinggal di lahan tersebut. Tapi, masyarakat diusir paksa dengan ganti rugi yang tak layak. Lalu, berdirilah komplek-komplek pertokoan mewah yang dijual dengan harga miliaran rupiah per unit. Saya kira, ini penyelesaian yang tidak berpihak kepada masyarakat,” tegas Abyadi Siregar.
TANAH SARI REJO
Selain itu, konflik pertanahan lain yang butuh penyelesaian mendesak oleh pemerintah daerah adalahm, terkait sengketa tanah puluhan ribuan masyarakat Kelurahan Sri Rejo, Kecamatan Medan Polonia, Kota Medan, Sumut dengan TNI AU.
“Sengketa ini sudah terjadi puluhan tahun. Tapi, sampai sekarang belum ada penyelesaian konkrit dari pemerintah. Gubernur Sumut Edy Rahmayadi sendiri, sudah pernah mengikuti rapat terbatas dengan Presiden Joko Widodo membahas masalah tanah Sari Rejo tersebut. Dalam rapat terbatas itu, juga dibahas soal konflik tanah HGU PTPN. Sayangnya, sampai saat ini, belum ada tindaklanjut penyelesaian kasus tanah tersebut,” jelas Abyadi.