PADANG LAWAS – Sengketa lahan antara masyarakat Kecamaatan Aek Nabara Barumun, Kabupaten Padang Lawas, Sumatera Utara dengan PT SSL dan PT SRL terjadi sejak tahun 2001 silam.
Dimana persoalan tersebut akibat masyarakat menilai luas lahan lebih kurang 33.390 hektar (Ha) yang dikuasai PT SSL sesuai keterangan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) 7 sangat berbeda dengan luas yang diserahkan masyarakat kepada PT Inhutani pada tahun 1981.
Hal tersebut terungkap saat Rapat Dengar Pendapat tentang permasalahan lahan sengketa antara masyarakat dengan PT SSL dan PT SRL yang berlangsung di ruang Paripurna DPDR Padang Lawas, Senin (28/9/2020) lalu.
Rapat yang dipimpin, Amran Pikal Siregar tersebut, masyarakat Kecamatan Aek Nabara Barumun, Mardan Hanapi mengatakan, pada tahun 1981 masyarakat bersama dengan 16 desa menyadari pernah menyerahkan lahan sebanyak 12.000 Ha kepada PT Inhutani IV melalui dinas kehutanan untuk dilakukan penghijauan atau reboisasi hutan dan telah melakukan pengukuran.
Kemudian pada tahun 2001, PT Inhutani IV menyerahkan lahan tersebut kepada pihak PT SRL disertai dengan keluarnya izin perusahaan tersebut.
“Sedangkan sekarang melalui keterangan KPH 7 luas dari pada PT.SSL sebesar lebih kurang 33.390 ha ini sangat luar biasa berbeda dengan yang diserahkan masyarakat kita dulu”
“Namun di dalam izin tersebut bahwa KLHK mengunci bila ada perkampungan, persawahan pemukiman agar dikeluarkan dari izin konsesi, namun yang terjadi hanyalah konflik dimulai dari tahun 2001,2009,2017,2018 dan sekarang 2020,” terangnya.
Kemudian, Mardan mengatakan, saat ini lahan yang telah dirusak luasnya lebih kurang 100 Ha dengan rincian di Desa Tobing yang dirusak seluas lebih kurang 40 Ha, Desa Sidokan 20 Ha, Padang Garugur 25 Ha, Desa Hadung dung 23 Ha total dan rata-rata sawit yang udah berumur lebih kurang 10 tahun.
“Pada tanggal 10 september 2020 kami sudah menjumpai pihak SSL, melalui humas pak PANJAITAN dan menejer pak napitupulu dan pihak dari perusahaan memberikan jawaban bahwa semua lahan tersebut sudah masuk ke dalam RKT perusahaan untuk langkah pertama laporan kami ke Polres dan sepakat dilokasi tersebut agar tidak ada kegiatan selama masalah tersebut belum selesai,” ungkapnya.
“Kami mohon kepada DPRD agar membentuk pensus terkait penyelesaian sengketa lahan antara masyarakat Kabupaten Padang Lawas dengan pihak PT.SSL dan PT SRL. Kepada pihak perusahaan untuk memberi RKT dengan meninjau lahan tersebut supaya tidak menjadi timpang tindih antara perusahaan dan masyarakat,” pinta Mardan.
Sementara itu, Kepada Desa Sidokan mengatakan, masyarakatnya yang terdampak dari sengketa lahan dengan PT.SRL dan PT.SSL sebanyak 10 kepala keluarga (KK). Yang mana, hal tersebut akibat 20 Ha lahan milik warganya telah rusak.
“Adapun tanaman sawit yang sudah dirusak oleh perusahaan kisaran umur lebih kurang 10 tahun, lahan itu bukan untuk mencari kekayaan tetapi untuk mengisi sejengkal perut dan untuk pertahanan kelanjutan hidup apalagi dimasa pandemi sekarang ini,” ungkapnya.
“Kami meminta terkait masalah HGU yang tumpang tindih mohon janganlah masyarakat kecil yang jadi korban. Harapan kami tolong disosialisasikan kepada masyarakat kami jangan asal main Serobot lahan,” pungkasnya. (UA)