Pembunuhan di Bukit Simarsayang, Bukti Kegagalan Pemerintah Tegakkan Perda

  • Bagikan

PADANGSIDIMPUAN-Peristiwa pembunuhan yang di Bukit Simarsayang, Kota Padangsidimpuan beberapa waktu yang lalu tidak mencirikan kearifan lokal dan budaya masyarakat Kota Padangsidimpuan.

Hal itu diungkapkan Wakil Rektor Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan (UMTS), Syawaluddin Hasibuan saat  dijumpai di ruangannya di Jalan Mohammad Arif, Kota Padangsidimpuan, Kamis (13/8/2020) siang.

Diikatakannya, budaya masyarakat Padangsidimpuan dengan mayarakat lain itu sangat berbeda dengan masyarakat lainnya. Dimana, fanatisme keberagaman budaya Dahlian Natolu.

“Keberadaan Simarsayang sebagai tempat wisata bisa dikatan sebagai potensi  untuk mensejahterakan masyarakat yang membuka usaha di dalamnya. Namun tidak boleh menjadi ruang untuk melanggar nilai-nilai agama dan budaya yang selama ini telah terjaga di Padangsidimpuan,” ucapnya.

“Masyarakat Tabagsel atau lebih khusus Kota Padangsidimpuan adalah masyarakat yang unik. Sebab disatu sisi masyarakat Kota Padangsidimpuan adalah masyarakat yang  membutuhkan hiburan.

Namun disisi lain kebutuhan hiburan itu tidak boleh melanggar nilai-nilai agama, budaya, etika dan norma-norma yang berlaku di tengah-tengah masyarakat. Sebab keyakin ber-agama, budaya, etika dan norma-norma itulah yang menjadi pembatas agar terhindar dari hal-hal yang tidak wajar, seperti halnya kejadian pembunuhan disimarsayang beberapa waktu lalu,” tambahnya.

Wakil REKTOR III UMTS ini juga mengatakan, mayoritas masyarakat Kota Padangsidimpuan dikenal dengan maayarakat yang religius. Dimana, dalam agama jelas diterangkan segala sesuatu yang menghilangkan kesadaran seseorang adalah haram.

“Seperti narkoba dan minuman keras. Jadi kita berharap kepada pelaku usaha di Padangsidimpuan dan lebih khusus di Simarsayang harus menghargai hal itu. Apalagi pelarangan terkait narkoba dan miras itu sudah di atur di dalam Peraturan Daerah (Perda) nomor 7 tahun 2005 tentang larangan penjualan dan pengedaran minuman keras sebagai konstitusi penegakannya,” ujarnya.

Namun kenyataan yang dilihat di lapangan terkhusus pada peristiwa pembunuhan, tambah Syawal, pemerintah semacam  melakukan  pembiaraan untuk penegakan perda. Hal ini tentu sangat berbahaya bagi pemerintah.  Sebab akan berpotensi menjadi stigma negatif bagi pemerintah.

“Dan selanjutnya kita berharap kepada pemerintah kota Padangsidimpuan, untuk lebih berani membuat kebijakan yang tidak populer dalam artian harus ada kebijakan terobosan dalam menegakkan perda itu,” harap Syawal.

(UA)

 

  • Bagikan