Mensyukuri Nikmat Sehat

  • Bagikan

Terkadang sesuatu yang kita miliki akan terasa sangat berharga jika tak lagi bersama kita. Diantara nikmat kehidupan yang kita miliki, kesehatan merupakan kenikmatan yang tuhan berikan namun terkadang kita kerap abai dan lalai untuk merawatnya.

Kesehatan merupakan aset yang paling berharga yang kita miliki, bahkan siapa saja rela dan tak sungkan mengeluarkan sebanyak uang untuk mengembalikan kesehatannya.

Kita yang sehat bisa bernapas sesuka dan semaunya, tapi ada yang sekedar bernapas pun susah sampai harus dibantu dengan oksigen dan ventilator, kita yang sehat bisa berjalan dan berlari semaunya, namun ada mereka yang sekedar berjalan pun harus tertatih.

Sedemikian berharganya lah kenikmatan sehat itu, terkadang kita menganggap sederhana atau bahkan sama sekali tidak ada nilainya, tetapi amat terasa berharga jika kita sudah kehilangannya.

Advertisement

Ditengah wabah yang sedang melanda, agaknya kita baru memahami serta menyadari begitu berharganya nikmat sehat itu. Demi menjaga agar imun tidak lemah, kita dituntut untuk memberikan asupan nutrisi yang baik untuk tubuh, rajin berolahraga, serta menjaga kebersihan diri dan lingkungan agar terciptanya suasana yang asri dalam menunjang kesehatan diri.

Allah Swt mencinta hambanya yang kuat. Didalam ajaran Islam, bahkan Nabi Muhammad SAW menyampaikan bahwa Allah SWT lebih mencintai hamba-hamba allah yang sehat :

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : اَلْـمُؤْمِنُ الْقَـوِيُّ خَـيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَـى اللهِ مِنَ الْـمُؤْمِنِ الضَّعِيْفِ، وَفِـيْ كُـلٍّ خَـيْـرٌ

“Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu , beliau berkata, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allâh Azza wa Jalla daripada Mukmin yang lemah; dan pada keduanya ada kebaikan”.

Mengutip pada hadits di atas, mengisyaratkan bahwa Allah lebih mencintai hamba-Nya yang kuat dibandingkan yang lemah meskipun diantara keduanya ada kebaikan.

Kuat dalam hal ini dimaknai dalam dua dimensi, yang pertama adalah kuat jasmaninya, yaitu terjaga kesehatannya dan berikhtiar sungguh-sungguh dalam merawat kesehatan tubuhnya.

Sehingga dengan kesehatan yang ia miliki itu, dia mampu melakukan kebaikan dan dia manfaatkan kesehatannya untuk melakukan ibadah sebagai wujud kepatuhannya kepada Allah SWT.

Dimensi yang kedua adalah kuat rohaninya, yaitu mereka yang bersungguh-sungguh menjalankan aturan tuhannya, sehingga dalam keadaan apapun mereka merasa diawasi dan dilihat oleh Tuhannya.

Sederhananya inilah yang disebut dengan sikap Ihsan yaitu “engkau beribadah kepada Allah, seolah-olah kau melihat dia, meskipun kau tak melihatnya tetapi sesungguhnya dia melihatmu”, kuat dalam keimanan akan melahirkan sikap kehati-hatian dalam bersikap dan bertindak.

Namun bukan berarti Allah SWT membenci orang-orang yang sakit fisiknya, jika direnungkan, ternyata justru di saat semuanya serba tak nyaman inilah orang menjadi sadar tentang begitu bernilai berharganya kenikmatan sehat itu.

Mensyukuri Nikmat Sehat, Bagaimana Caranya.

Kenikmatan sehat adalah merupakan nikmat dari Allah yang perlu kita syukuri, diantara cara mensyukuri kenikmatan sehat itu adalah :

Menggunakan Nikmat Dalam Keta’atan

Aktualisasi dari wujud syukur atas nikmat sehat yang allah berikan adalah dengan menggunakannya pada nilai-nilai keta’atan yang mendatangkan keridhoan Allah SWT. Ada diantara mereka yang sehat, tetapi kesehatannya ia arahkan pada kemaksiatan dan berbagai penyimpangan.

Sikap seperti ini justru mengundang kemurkaan dari Allah Swt. Tentu kita menyadari bahwa ibadah dalam keadaan sehat akan lebih mudah dan terasa lebih khusyuk daripada beribadah dalam keadaan menderita penyakit.

Bahkan Imam Hasan Al Bashri menyatakan bahwa salah satu yang membuat Allah memuliakan hambanya adalah disaat dia mampu berbuat maksiat, disaat dia mampu berbuat menyimpang, disaat dia mampu menuruti hawa nafsunya, namun ia arahkan seluruh kemampuan dan potensinya itu untuk tunduk dan patuh terhadap perintah Allah Swt.

Merawat Kenikmatan Sehat

Terkadang disaat sehat, kita kerap lalai untuk merawat kesehatan yang kita miliki. Kita minum sesukanya, makan sebebasnya, tubuh tak pernah berolahraga, bahkan ada yang memaksa diri untuk bergadang pada malam hari dan mengabaikan hak tubuh yang dia miliki.

Merawat nikmat sehat adalah merupakan wujud syukur kita kepada Allah Swt. Memberikan asupan nutrisi yang baik untuk tubuh, tidak makan sembarangan, tidak merokok, dan rajin berolahraga adalah merupakan bahagian dari ikhtiar kita merawat kesehatan yang kita miliki.

Tentu kita menyadari bahwa sakit dan sehat adalah sesuatu yang menjadi keniscayaan melekat dalam diri manusia. Akan ada hikmah yang kita dapati dalam setiap keadaan baik sehat maupun sakit.

Tetapi manusia dituntut untuk terus berikhtiar sungguh-sungguh dalam menjaga kesehatan dan tidak menjerumuskan dirinya kedalam sesuatu yang merusak kesehatannya. Sebagaimana pesan Rasul di dalam hadits nya :

حَدَّثَنَا هَارُونُ بْنُ مَعْرُوفٍ وَأَبُو الطَّاهِرِ وَأَحْمَدُ بْنُ عِيسَى قَالُوا حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِي عَمْرٌو وَهُوَ ابْنُ الْحَارِثِ عَنْ عَبْدِ رَبِّهِ بْنِ سَعِيدٍ عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ عَنْ جَابِرٍ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءٌ فَإِذَا أُصِيبَ دَوَاءُ الدَّاءِ بَرَأَ بِإِذْنِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ

Telah menceritakan kepada kami Harun bin Ma’ruf dan Abu Ath Thahir serta Ahmad bin ‘Isa mereka berkata; Telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb; Telah mengabarkan kepadaku ‘Amru, yaitu Ibnu al-Harits dari ‘Abdu Rabbih bin Sa’id dari Abu Az Zubair dari Jabir dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Setiap penyakit ada obatnya. Apabila ditemukan obat yang tepat untuk suatu penyakit, akan sembuhlah penyakit itu dengan izin Allah ‘azza wajalla.” (HR Muslim).

Hadits lainnya:

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا أَبُو أَحْمَدَ الزُّبَيْرِيُّ حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ سَعِيدِ بْنِ أَبِي حُسَيْنٍ قَالَ حَدَّثَنِي عَطَاءُ بْنُ أَبِي رَبَاحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ دَاءً إِلَّا أَنْزَلَ لَهُ شِفَاءً

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin al-Mutsanna telah menceritakan kepada kami Abu Ahmad Az Zubairi telah menceritakan kepada kami ‘Umar bin Sa’id bin Abu Husain dia berkata; telah menceritakan kepadaku ‘Atha`bin Abu Rabah dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda: “Allah tidak akan menurunkan penyakit melainkan menurunkan obatnya juga.” (HR Bukhari).

Hadits yang lain menyebutkan:

Diriwayatkan dari musnad Imam Ahmad dari shahabat Usamah bin Suraik, bahwasanya Nabi bersabda:

كُنْتُ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَجَاءَتِ اْلأَعْرَابُ، فَقَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، أَنَتَدَاوَى؟ فَقَالَ: نَعَمْ يَا عِبَادَ اللهِ، تَدَاوَوْا، فَإِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ لَمْ يَضَعْ دَاءً إِلاَّ وَضَعَ لَهُ شِفَاءً غَيْرَ دَاءٍ وَاحِدٍ. قَالُوا: مَا هُوَ؟ قَالَ: الْهَرَمُ

“Aku pernah berada di samping Rasulullah, Lalu datanglah serombongan Arab Badui. Mereka bertanya, ‘Wahai Rasulullah, bolehkah kami berobat?’ Beliau menjawab, ‘Iya, wahai para hamba Allah, berobatlah. Sebab, Allah tidaklah meletakkan sebuah penyakit melainkan meletakkan pula obatnya, kecuali satu penyakit.’ Mereka bertanya, ‘Penyakit apa itu?’ Beliau menjawab, ‘Penyakit tua.’” (HR Ahmad).

Menurut Ibnu Qayyim al-Jauziyyah dalam kitabnya yang berjudul Ath-Thibb an-Nabawi, hadits-hadits tersebut mengandung pengabsahan terhadap adanya sebab musabab dan sanggahan terhadap orang yang menolak kenyataan tersebut.

Ungkapan “setiap penyakit ada obatnya” artinya bisa bersifat umum. Karena itu, yang termasuk di dalamnya penyakit-penyakit mematikan dan berbagai penyakit yang tidak bisa disembuhkan oleh dokter karena belum ditemukan obatnya.

“Allah menciptakan obat-obatan untuk menyembuhkan semua penyakit tersebut. Namun, pengetahuan terhadap obat-obatan tersebut tidak diungkapkanNya di hadapan umat manusia,” kata Ibnu Qayyim.

Sebab, ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh manusia hanyalah sebatas yang diajarkan Allah. Oleh karena itu, Rasulullah menyatakan bahwa kesembuhan dari penyakit itu bergantung pada cocoknya obat dengan penyakit tersebut.

Karena setiap ciptaan Allah itu pasti ada lawan kebalikannya maka setiap penyakit pasti juga ada lawan kebalikannya, yaitu obat yang menjadi lawan penyakit tersebut.

Semua hadits di atas mengandung perintah untuk berobat. Berobat tidaklah bertentangan dengan tawakal. Sebagaimana halnya menolak rasa lapar, rasa dahaga, rasa panas, dan rasa dingin dengan hal-hal yang menjadi kebalikannya.

Bahkan, hakikat tauhid itu hanya sempurna dengan melakukan sebab musabab yang memang telah Allah jadikan sebagai hukum sebab akibat, baik dalam ajaran syariat-Nya maupun menurut takdir-Nya,” kata Ibnu Qayyim.

Ibnu Qayyim menjelaskan, hadits itu juga mengindikasikan bantahan terhadap orang yang berobat. Sebab, ada yang berpendapat, “Kalau kesembuhan itu sudah ditakdirkan oleh Allah maka berobat itu tidak ada gunanya. Kalau memang tidak ditakdirkan, berarti juga tidak berguna.

Ungkapan Nabi “setiap penyakit pasti ada obatnya” memberikan dorongan kepada orang yang sakit dan juga dokter yang mengobatinya, selain juga mengandung anjuran untuk mencari obat dan menyelidikinya sebagai bentuk ikhtiar yang dianjurkan.

Semoga kiranya dalam suasana pandemi hari ini, kita benar-benar menyadari bahwa kesehatan itu adalah nikmat tuhan yang begitu berharga, dan kita bersungguh-sungguh untuk merawat dan menjaganya. (ZHP)

 

Penulis :
Zikri Akbar, S.Sos.I
(Penyuluh Agama islam Fungsional Pada Kantor Kementerian Agama Kabupaten Nias Utara)

  • Bagikan