Jakarta – Usulan TNI untuk mencabut larangan bisnis bagi prajurit dalam revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI telah menimbulkan beragam respons dari masyarakat.

Di satu sisi, banyak yang melihat pencabutan larangan ini sebagai solusi untuk meningkatkan kesejahteraan prajurit, namun di sisi lain, ada kekhawatiran bahwa kebijakan ini dapat membuka pintu bagi praktik korupsi dan penyalahgunaan wewenang.
Sejumlah warga, seperti Agung dari Jakarta, menyambut positif usulan tersebut. Agung mengakui bahwa gaji prajurit yang relatif rendah membuat mereka kesulitan memenuhi kebutuhan keluarga.

Menurutnya, pencabutan larangan ini bisa memberikan kesempatan bagi prajurit, terutama yang berada di level menengah bawah, untuk mencari tambahan penghasilan.

Namun, ia menekankan pentingnya pengawasan ketat untuk mencegah kemungkinan terjadinya penyalahgunaan oleh oknum.
Kartini dari Jambi juga menyatakan dukungannya, mengingat tantangan ekonomi yang dihadapi banyak prajurit. Ia berharap pencabutan larangan ini dapat membantu prajurit dan keluarga mereka agar tidak hanya bergantung pada gaji yang ada.
Namun, ia juga menggarisbawahi perlunya pengaturan yang jelas untuk memastikan agar prajurit tidak terlibat dalam bisnis besar yang dapat menimbulkan konflik kepentingan.
Sebaliknya, Anggi dari Pekanbaru mengusulkan agar larangan bisnis tetap ada tetapi dengan penjelasan lebih rinci tentang jenis bisnis yang boleh dan tidak boleh dijalankan.
Ia berpendapat bahwa adanya batasan yang jelas akan membantu menghindari potensi oknum yang terlibat dalam bisnis besar atau menjadi beking dalam bisnis hiburan.
Di sisi lain, Yakub, seorang prajurit TNI aktif di Jakarta, berbagi pengalaman pribadinya mengenai pentingnya usaha sampingan untuk menambah penghasilan.
Simak Breaking News dan Berita Pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita LENSAKINI.COM WhatsApp Channel: KLIK DISINI